Bagaimana Mengurus Jenazah Seorang Ateis
Bagaimana Mengurus Jenazah Seorang Ateis? Apakah Ada Tata Cara Pemakaman, Penguburan, atau Pengurusan Jenazah dalam Ateisme?
Bagaimana jenazah seorang ateis diurus (dikubur, dikremasi, dijadikan bahan penelitian dan lainnya) sangat tergantung pada orang disekitarnya yang masih hidup. Dalam ateisme tidak ada aturan baku yang harus diikuti, ateisme bukan agama, bukan pula ajaran. Oleh karenanya, jawabannya bisa apa saja, dikubur dibakar dan lain-lain tergantung dari budaya mana yang diikuti oleh orang-orang terdekat di sekitarnya atau berdasarkan kehendak keluarga yang ditinggalkan, atau berdasarkan wasiat yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dan dijalankan oleh orang yang masih hidup. Itupun semuanya tergantung situasi dan kondisi. Kalau mati dalam perang dan tak sempat diurus, tidak bisa protes juga. Atau mati dalam kecelakaan pesawat dan pesawatnya jatuh ke laut dalam, mau bilang apa juga. Banyak juga pendaki gunung dan penjelajah yang mati di tempat-tempat yang jauh dan terpencil tidak diurus sama sekali mayatnya, begitu saja tergolek di pelukan rimba raya atau di tanah entah.
Perlu diingat juga bahwa mengubur mayat atau secara lebih luas, mengurus jenazah, sekalipun juga terdapat dalam ajaran agama, bukanlah tradisi yang dimiliki secara khusus oleh agama tertentu saja. Kelompok orang yang tidak beragama pun juga mengurus mayat demi kebaikan mereka yang masih hidup karena berbagai alasan, misalnya, untuk mencegah gangguan bau dari pembusukan, untuk mengurangi rasa sedih mereka yang ditinggalkan (http://en.wikipedia.org/wiki/Burial#Reasons_for_human_burial). Lebih jauh, bahkan, manusia bukanlah satu-satunya spesies yang memiliki 'upacara' mengurus atau mengembangkan penghormatan terhadap yang mati. Simpanse dan gajah tercatat juga melakukannya (http://news.bbc.co.uk/2/hi/africa/3818833.stm atau http://www.wired.com/wiredscience/2011/04/what-death-means-to-primates/ dan http://blogs.ngm.com/blog_central/2009/10/the-story-behind-our-photo-of-grieving-chimps.html).
Walaupun demikian, penguburan--mengubur jenazah ke dalam tanah--bukanlah satu-satunya cara mengurus orang mati. Ada banyak cara, misalnya dibakar/kremasi, dibuang ke laut, dijadikan makanan hewan, dibiarkan/ditinggal di tempat khusus, dan banyak lainnya, temasuk kanibalisme. Semuanya sangat tergantung dari nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat (http://en.wikipedia.org/wiki/Burial#Alternatives_to_burial)
Beberapa pendapat pribadi ateis:
"Menurut saya pribadi, tergantung keluarga dan orang disekitarnya yang terdekat. Kecuali almarhum sudah menyatakan sebelum meninggal bagaimana dia ingin disemayamkan, misalnya teman saya yang dari sekarang sudah bilang ke pasangannya bahwa jika sudah sampai saatnya dia meninggal, dia ingin dikremasi. Toh setelah saya mati saya tidak punya kehendak apa-apa lagi atas tubuh saya, jadi jelas saya tidak bisa memutuskan. Setidaknya, saya bisa serahkan urusan ini kepada orang-orang terdekat yang selama ini menghidupi saya; bagaimana cara sebaiknya, menurut mereka, menghormati jasad saya."
"Surat wasiat saya isinya, organ yang masih bisa didonorkan, didonorkan saja, kornea, jantung, hati, ginjal, kalo masih musim (kalau saya meninggalnya 50 tahun lagi, jangan-jangan donor organ udah nggak musim, siapa tahu nanti organ udah ada pabriknya). Lalu sisa tubuhnya disumbangkan saja untuk fakultas kedokteran terdekat untuk praktikum. Kalau dijalankan, berarti tidak ada proses penguburan. Mungkin ada memorial service gitu, kumpul-kumpul mengenang saya yang baru mati. Tapi nggak tahu apakah ada yang bikin atau bakal kayak apa acaranya."
"Kalo saya meninggal sebelum membuat wasiat, tentunya saya akan dikubur di pemakaman keluarga dengan cara islam karna agama keluarga saya muslim. Saya sih maunya dikremasi dan abunya ditabur di laut oleh keluarga dan teman-teman."
"Gw pengen jasad gw dibikin mumi."
"Pengennya sih tidak dike-bumi-kan. Kalau bisa dike-luar angkasa-kan. That would be epic."
"Terserah mau dimakamkan cara apa. Lha wong wis modhar."
Semua Artikel Tentang Ateis Berdasarkan Sumber:Anda Bertanya Ateis Menjawab
http://andabertanyaateismenjawab.wordpress.com/
Bagaimana jenazah seorang ateis diurus (dikubur, dikremasi, dijadikan bahan penelitian dan lainnya) sangat tergantung pada orang disekitarnya yang masih hidup. Dalam ateisme tidak ada aturan baku yang harus diikuti, ateisme bukan agama, bukan pula ajaran. Oleh karenanya, jawabannya bisa apa saja, dikubur dibakar dan lain-lain tergantung dari budaya mana yang diikuti oleh orang-orang terdekat di sekitarnya atau berdasarkan kehendak keluarga yang ditinggalkan, atau berdasarkan wasiat yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dan dijalankan oleh orang yang masih hidup. Itupun semuanya tergantung situasi dan kondisi. Kalau mati dalam perang dan tak sempat diurus, tidak bisa protes juga. Atau mati dalam kecelakaan pesawat dan pesawatnya jatuh ke laut dalam, mau bilang apa juga. Banyak juga pendaki gunung dan penjelajah yang mati di tempat-tempat yang jauh dan terpencil tidak diurus sama sekali mayatnya, begitu saja tergolek di pelukan rimba raya atau di tanah entah.
Perlu diingat juga bahwa mengubur mayat atau secara lebih luas, mengurus jenazah, sekalipun juga terdapat dalam ajaran agama, bukanlah tradisi yang dimiliki secara khusus oleh agama tertentu saja. Kelompok orang yang tidak beragama pun juga mengurus mayat demi kebaikan mereka yang masih hidup karena berbagai alasan, misalnya, untuk mencegah gangguan bau dari pembusukan, untuk mengurangi rasa sedih mereka yang ditinggalkan (http://en.wikipedia.org/wiki/Burial#Reasons_for_human_burial). Lebih jauh, bahkan, manusia bukanlah satu-satunya spesies yang memiliki 'upacara' mengurus atau mengembangkan penghormatan terhadap yang mati. Simpanse dan gajah tercatat juga melakukannya (http://news.bbc.co.uk/2/hi/africa/3818833.stm atau http://www.wired.com/wiredscience/2011/04/what-death-means-to-primates/ dan http://blogs.ngm.com/blog_central/2009/10/the-story-behind-our-photo-of-grieving-chimps.html).
Walaupun demikian, penguburan--mengubur jenazah ke dalam tanah--bukanlah satu-satunya cara mengurus orang mati. Ada banyak cara, misalnya dibakar/kremasi, dibuang ke laut, dijadikan makanan hewan, dibiarkan/ditinggal di tempat khusus, dan banyak lainnya, temasuk kanibalisme. Semuanya sangat tergantung dari nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat (http://en.wikipedia.org/wiki/Burial#Alternatives_to_burial)
Beberapa pendapat pribadi ateis:
"Menurut saya pribadi, tergantung keluarga dan orang disekitarnya yang terdekat. Kecuali almarhum sudah menyatakan sebelum meninggal bagaimana dia ingin disemayamkan, misalnya teman saya yang dari sekarang sudah bilang ke pasangannya bahwa jika sudah sampai saatnya dia meninggal, dia ingin dikremasi. Toh setelah saya mati saya tidak punya kehendak apa-apa lagi atas tubuh saya, jadi jelas saya tidak bisa memutuskan. Setidaknya, saya bisa serahkan urusan ini kepada orang-orang terdekat yang selama ini menghidupi saya; bagaimana cara sebaiknya, menurut mereka, menghormati jasad saya."
"Surat wasiat saya isinya, organ yang masih bisa didonorkan, didonorkan saja, kornea, jantung, hati, ginjal, kalo masih musim (kalau saya meninggalnya 50 tahun lagi, jangan-jangan donor organ udah nggak musim, siapa tahu nanti organ udah ada pabriknya). Lalu sisa tubuhnya disumbangkan saja untuk fakultas kedokteran terdekat untuk praktikum. Kalau dijalankan, berarti tidak ada proses penguburan. Mungkin ada memorial service gitu, kumpul-kumpul mengenang saya yang baru mati. Tapi nggak tahu apakah ada yang bikin atau bakal kayak apa acaranya."
"Kalo saya meninggal sebelum membuat wasiat, tentunya saya akan dikubur di pemakaman keluarga dengan cara islam karna agama keluarga saya muslim. Saya sih maunya dikremasi dan abunya ditabur di laut oleh keluarga dan teman-teman."
"Gw pengen jasad gw dibikin mumi."
"Pengennya sih tidak dike-bumi-kan. Kalau bisa dike-luar angkasa-kan. That would be epic."
"Terserah mau dimakamkan cara apa. Lha wong wis modhar."
Semua Artikel Tentang Ateis Berdasarkan Sumber:Anda Bertanya Ateis Menjawab
http://andabertanyaateismenjawab.wordpress.com/
Komentar
Posting Komentar